Pages

Sunday, June 3, 2012

Kejanggalan Peristiwa Kecelakaan Sukhoi Super Jet 100

Pilot pesawat Sukhoi Superjet 100 sempat meminta izin Air Traffic Control (ATC) untuk menurunkan pesawatnya dari 10.000 kaki ke 6.000 kaki di atas kawasan udara Atang Sanjaya. Tak lama setelah itu, komunikasi terputus dan ternyata pesawat justru menabrak tebing Gunung Salak, Bogor.

Sukamto, Safety Manager PT. Sky Aviation, perusahaan yang sebelumnya tertarik membeli Sukhoi Superjet itu, menyadari banyak yang janggal dalam kecelakaan itu. Salah satunya adalah keputusan pilot menurunkan ketinggian dari 10.000 kaki ke 6.000 kaki. Padahal tinggi Gunung Salak adalah 6.800 kaki.

"Kalau alasannya karena ada awan di depan, seharusnya lebih aman kalau pesawat naik ke atas dan bukannua turun, karena itu kan kawasan pegunungan jadi bahaya kalau ada benturan," ujar Sukamto. Selain itu pesawat secanggih Sukhoi Superjet seharusnya mampu melewati turbulance yang timbul jika pilot tetap melaju melintasi awan. "Selama sistem navigasinya mumpuni, seharusnya pesawat bisa lewat awan itu. Saya tidak tahu kenapa pilot memutuskan turun sampai 4.000 kaki padahal itu beresiko," paparnya.

Iapun mempertanyakan mengapa pihak ATC memberi izin pesawat untuk turun ke 6.000 kaki. Sukamto menilai jika alasan ATC karena pilot meminta turun saat di atas landasan Atang Sanjaya yang merupakan kawasan yang aman, maka ada hal janggal lainnya timbul. Pasalnya, pesawat tersebut justru mengarah ke lereng Gunung Salak, dan ada kemungkinan terbang rendah di kawasan tersebut.

"Kalau pesawat komersil biasa, prosedur turun 10.000 kaki ke 6.600 belok kiri Atang Sanjaya, lalu belok kiri lagi dari 6.000 ke 2.500 masuk ke Halim. Itu yang tidak saya mengerti kenapa pesawat justru belok ke kanan bukan ke kiri, walaupun dalam kondisi joyflight tidak ada aturan apa pun," kata Sukamto.

Dugaan adanya manuver yang dilakukan sang pilot pun muncul. Namun Sukamto memastikan bahwa dalam aturan joy flight pesawat penerbangan sipil, manuver tidak bisa dilakukan secara ekstrem.

Sistem navigasi dan peringatan dini yang dimiliki pesawat seperti theater airborne warning system (TAWS) juga seharusnya bekerja memberikan informasi ke pilot. TAWS adalah perangkat peringatan dini pada pesawat mengenai rintangan di luar.

"Kalau ada lereng atau tebing di sekitar pesawat berkilo-kilometer sebelumnya, TAWS akan keluarkan bunyi tanda peringatan ke pilot. Harusnya alat ini bekerja apalagi dengan pesawat secanggih Sukhoi, pasti ada jarak yang cukup jauh sehingga TAWS ini akan berbunyi lebih cepat," ujar Sukamto.

No comments: