Kebiasaan memasang pohon Natal
sebagai dekorasi dimulai dari Jerman. Pemasangan pohon Natal yang umumnya dari pohon cemara, atau
mengadaptasi bentuk pohon cemara, itu dimulai pada abad ke-16.
Saat penduduk Jerman menyebar ke berbagai wilayah termasuk Amerika, mereka
pun kerap memasang cemara yang tergolong pohon evergreen untuk dekorasi Natal di dalam rumah.
Dari catatan yang ada, orang Jerman di Pennsylvania Amerika Serikat memajang
pohon Natal
untuk pertama kalinya pada tahun 1830-an.
Pohon Natal bukanlah suatu keharusan di gereja maupun dirumah sebab ini
hanya merupakan simbol agar kehidupan rohani kita selalu bertumbuh dan menjadi
saksi yang indah bagi orang lain “evergreen”. Pohon Natal (cemara) ini juga
melambangkan “hidup kekal”, sebab pada umumnya di musim salju hampir semua
pohon rontok daunnya, kecuali pohon cemara selalu hijau daunnya.
Pemasangan pohon cemara, baik asli maupun yang terbuat dari plastik, di
tengah kota atau di tempat-tempat umum pun
menjadi pemandangan biasa menjelang Natal.
Salah satu yang terbesar adalah pohon yang ada di RockefellerCenter di 5th
Avenue New York Amerika Serikat.
Legenda
Ada beberapa legenda/cerita yang beredar di kalangan orang Kristen sendiri mengenai asal mula pohon natal.
Ada beberapa legenda/cerita yang beredar di kalangan orang Kristen sendiri mengenai asal mula pohon natal.
Pengalaman “supranatural” Santo Bonifacius
Menurut sebuah legenda, ada seorang rohaniawan Inggris bernama Santo
Bonifacius yang memimpin beberapa gereja di Jerman dan Perancis. Suatu hari dalam
perjalanannya dia bertemu dengan sekelompok orang yang akan mempersembahkan
seorang anak kepada dewa Thor di sebuah pohon oak. Untuk menghentikan perbuatan
jahat mereka, secara ajaib St. Boniface merobohkan pohon oak tersebut dengan
pukulan tangannya. Setelah kejadian yang menakjubkan tersebut di tempat pohon
oak yang roboh tumbuhlah sebuah pohon cemara.
Martin Luther dan pohon cemaranya
Cerita lain mengisahkan kejadian saat Martin Luther, tokoh Reformasi Gereja, sedang berjalan-jalan di hutan pada suatu malam. Terkesan dengan keindahan gemerlap jutaan bintang di angkasa yang sinarnya menembus cabang-cabang pohon cemara di hutan, Martin Luther menebang sebuah pohon cemara kecil dan membawanya pulang pada keluarganya di rumah. Untuk menciptakan gemerlap bintang seperti yang dilihatnya di hutan, Martin Luther memasang lilin-lilin pada tiap cabang pohon cemara tersebut.
Cerita lain mengisahkan kejadian saat Martin Luther, tokoh Reformasi Gereja, sedang berjalan-jalan di hutan pada suatu malam. Terkesan dengan keindahan gemerlap jutaan bintang di angkasa yang sinarnya menembus cabang-cabang pohon cemara di hutan, Martin Luther menebang sebuah pohon cemara kecil dan membawanya pulang pada keluarganya di rumah. Untuk menciptakan gemerlap bintang seperti yang dilihatnya di hutan, Martin Luther memasang lilin-lilin pada tiap cabang pohon cemara tersebut.
Kontroversi
Terlepas dari kebenaran kisah-kisah di atas, hingga hari ini pemasangan Pohon
Natal masih menimbulkan pro dan kontra di kalangan umat Kristen. Bagi
orang-orang yang tidak berkenan dengan pohon Natal, mengisahkan bahwa pada
zaman dahulu bangsa Romawi menggunakan pohon cemara untuk perayaan Saturnalia,
mereka menghiasinya dengan hiasan-hiasan kecil dan topeng-topeng kecil, karena
pada tgl 25 Desember ini adalah hari kelahiran dewa matahari, Mithras, yang
asal mulanya dari Dewa Matahari Iran yang kemudian dipuja di Roma. Demikian
pula hari Minggu adalah hari untuk menyembah dewa matahari sesuai dari arti
kata Zondag, Sunday atau Sonntag. Perlu diketahui juga bahwa dewa-dewa matahari
lainnya, seperti Osiris, dewa matahari orang Mesir, dilahirkan pada tanggal 27
Desember. Demikian pula Dewa matahari Horus dan Apollo lahir pada tanggal 28
Desember.
Maka dari itu ada aliran-aliran gereja tertentu yang mengharamkan tradisi
pohon Natal,
sebab mereka menganggap ini sebagai pemujaan dewa matahari. Pemasangan pohon
itu dianggap sebagai bentuk penyembahan berhala. Reaksi penolakan itu bahkan
awalnya sempat diwarnai keputusan pemerintah Jerman untuk mendenda siapa pun
yang memasang pohon cemara sebagai pohon Natal.
Hal itu mulai berubah, saat gambar Ratu Victoria dari Inggris, Pangeran Albert dari
Jerman, dan anak-anaknya dengan latar pohon cemara, diilustrasikan di London
News. Karena sosok Victoria yang sangat
populer, pemuatan gambar itu di media massa pun
membuat pohon cemara menjadi pilihan lazim sebagai pohon Natal.
Tradisi
Setelah masyarakat AS mengikuti jejak Inggris menggunakan pohon cemara pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, industri pun semakin berkembang dan merambah ke berbagai negara. Termasuk industri berbagai hiasan pohon Natal seperti bola-bola yang digantung, pernak-pernik Santa Claus, tinsel (semacam tali berumbai yang dililitkan ke pohon), dan lainnya.
Setelah masyarakat AS mengikuti jejak Inggris menggunakan pohon cemara pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, industri pun semakin berkembang dan merambah ke berbagai negara. Termasuk industri berbagai hiasan pohon Natal seperti bola-bola yang digantung, pernak-pernik Santa Claus, tinsel (semacam tali berumbai yang dililitkan ke pohon), dan lainnya.
Karena penggunaan pohon cemara merupakan tradisi Eropa, ekspresi sukacita
yang dilambangkan dengan berbagai dekorasi itu berbeda-beda di setiap negara. Indonesia dan
Filipina menjadi negara yang sangat terpengaruh tradisi Eropa itu sampai
akhirnya para umat Kristen membeli pohon buatan tapi yang penting berbentuk
cemara.
Di Afrika Selatan keberadaan pohon Natal
bukanlah sesuatu yang umum. Sementara masyarakat India, lebih memilih pohon mangga
dan pohon pisang.
No comments:
Post a Comment